Pernahkah Anda mendengar istilah “Haji Tamattu”? Islam mengenal tiga jenis haji, salah satunya adalah haji tamattu, yang melibatkan pelaksanaan umrah dan haji. Praktik ibadah ini sangat diminati oleh umat Muslim, karena Rasulullah sendiri mendorong para sahabat untuk melaksanakannya.
Agar Anda dapat lebih memahami esensi dari haji tamattu, mari kita telusuri penjelasannya dalam artikel ini dengan lebih rinci.
Pengertian Haji Tamattu
Haji tamattu adalah suatu bentuk ibadah haji yang dilakukan dengan melaksanakan umrah terlebih dahulu, baru kemudian diikuti dengan pelaksanaan ibadah haji. Asal usul istilah “tamattu” berasal dari kata “tamatta’s,” yang artinya bersenang-senang.
Secara lebih mendalam, haji tamattu memungkinkan para jemaah melepaskan pakaian ihram setelah menyelesaikan ibadah umrah. Pakaian ihram kembali dikenakan pada tanggal 8 Dzulhijjah, menjelang pelaksanaan ibadah haji.
Perbedaan antara Haji Tamattu, Ifrad, dan Qiran
Sebelum membahas haji tamattu secara detail, penting untuk memahami perbedaannya dengan dua jenis haji lainnya: ifrad dan qiran. Haji qiran melibatkan pelaksanaan haji dan umrah dalam satu niat dan secara bersamaan sejak awal ihram. Di sisi lain, haji ifrad memisahkan ibadah haji dan umrah, dengan memberikan prioritas pada haji setelah umrah.
Baca juga: Panduan Menabung untuk Haji (BIPIH)
Tata Cara Pelaksanaan Haji Tamattu
Setelah memahami bahwa haji tamattu melibatkan umrah terlebih dahulu, Anda mungkin bertanya-tanya tentang langkah-langkah pelaksanaannya. Proses dimulai dengan menunaikan ibadah umrah, termasuk ihram, thawaf, sa’i, dan tahallul. Seiring dengan makna “bersenang-senang” dari haji tamattu, para jemaah dapat menikmati waktu luang setelah umrah, menunggu pelaksanaan ibadah haji.
Selanjutnya, pada tanggal 8 Dzulhijjah, para jemaah bersiap-siap untuk melaksanakan ibadah haji. Ritual ini melibatkan mandi di maktab, mengenakan pakaian ihram, shalat sunnah ihram 2 rakaat, dan melafalkan niat ihram haji. Kemudian, perjalanan dilanjutkan ke Arafah, dengan aktivitas berzikir, bertasbih, membaca Al-Qur’an, dan pelaksanaan wukuf pada tanggal 9 Dzulhijjah.
Proses berlanjut dengan menginap di Muzdalifah, pelemparan jumrah aqabah di Mina, dan aktivitas lainnya pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Jemaah meninggalkan Mina pada tanggal 13 dan menuju Makkah untuk thawaf ifadhah dan sa’i. Setelah menyelesaikan semua ritual, jemaah dapat melakukan tahallul tsani, dan dengan demikian, mereka bebas dari larangan ihram.
Kelebihan Haji Tamattu
Setelah menjelaskan apa itu haji tamattu, kita dapat merinci beberapa kelebihannya. Prosesi ini memberikan kebebasan kepada para jemaah untuk menikmati banyak aktivitas setelah umrah, memberikan keuntungan bagi mereka yang tiba di Tanah Suci lebih awal. Jemaah juga dapat menggunakan pakaian apa pun selain ihram dan diperbolehkan pergi ke mana saja sebelum pelaksanaan ibadah haji.
Dengan demikian, haji tamattu bukan hanya sekadar ibadah, tetapi juga pengalaman yang memungkinkan para jemaah merasakan kebersenangan dan kebebasan dalam rangkaian perjalanan spiritual mereka.
Semoga penjelasan ini membantu Anda memahami secara lebih mendalam tentang apa itu haji tamattu dan tata cara pelaksanaannya serta memberikan inspirasi bagi pembaca untuk menjalankan ibadah ini dengan penuh makna.
Pembayaran DAM Haji Tamattu yaitu Mulai 600 Riyal
Melansir RRI, Jemaah haji Indonesia telah tiba di Kota Makkah, Arab Saudi, untuk memulai perjalanan ibadah haji mereka. Karena sebagian besar datang lebih awal, banyak masyarakat Indonesia yang memilih melaksanakan haji Tamattu, suatu bentuk ibadah haji yang dimulai dengan melakukan umrah terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh haji.
Abdul Muiz Ali, petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, yang juga pengurus Lembaga Dakwah PBNU dan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, menjelaskan bahwa haji Tamattu lebih ringan dibandingkan dengan haji Qiran dan Ifrad. Haji Qiran menggabungkan niat haji dan umrah secara bersamaan, sementara haji Ifrad melibatkan ibadah haji terlebih dahulu, baru kemudian umrah.
Bagi jemaah haji Tamattu, terdapat kewajiban membayar denda yang dalam fikih disebut sebagai dam atau hadyu. “Dam artinya darah, dalam hal ini maksudnya membayar denda dengan cara menyembelih seekor kambing,” ungkap Abdul Muiz Ali.
Hadyu merupakan sesuatu yang dipersembahkan untuk Tanah Haram, bisa berupa hewan atau benda lainnya. Dalam konteks ini, yang diperbolehkan adalah hewan yang dapat dijadikan kurban, seperti unta, sapi, atau kambing.
Jika seseorang tidak mampu membeli seekor kambing untuk membayar dam, denda atau dam tersebut dapat diganti dengan berpuasa selama 10 hari, dengan rincian tiga di Tanah Haram dan tujuh setelah pulang ke Indonesia (Tanah Air). Ini mengacu pada Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 196.
Pada musim haji tahun 2023, Kementerian Agama telah mengeluarkan surat edaran tentang petunjuk teknis pembayaran dam bagi petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) kloter dan PPIH Arab Saudi. Berdasarkan Surat Edaran Nomor SE 2 Tahun 2023, petugas PPIH kloter dan PPIH Arab Saudi diwajibkan membayar biaya dam minimal sebesar 600 riyal.
Komponen pembiayaan dam melibatkan harga kambing, jasa penyembelihan, pengulitan, pembersihan perut, pendinginan, packing, dan biaya pendistribusian dam ke wilayah Makkah. Mekanisme pembayaran ini dikoordinasikan oleh PPIH Arab Saudi Daerah Kerja (Daker) Makkah, dengan tempat penyembelihan hewan dam di Rumah Potong Hewan Al Ukaisyiah Makkah.
Abdul Muiz Ali menegaskan bahwa penyembelihan hewan dam harus dilakukan di Tanah Haram. “Jika dilakukan di luar Tanah Haram, tidak sah hukumnya,” katanya.
Penyembelihan hewan dam haji Tamattu sebaiknya dilakukan setelah menyelesaikan ibadah haji. Jika penyembelihan dilakukan sebelum umrah atau haji, hukumnya tidak diperbolehkan. Namun, jika dilakukan setelah umrah namun sebelum rangkaian ritual haji, terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama.
Menurut kalangan ulama Syafi’iyah, penyembelihan hewan dam sebaiknya dilakukan pada hari Nahar, yaitu tanggal 10 Dzulhijjah, mengikuti praktik yang pernah dilakukan oleh Rasulullah. Pandangan ini berbeda dengan ulama dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah.
Pembayaran dam bagi jemaah haji Indonesia biasanya dikordinir oleh pihak KBIH masing-masing atau melalui warga Indonesia yang tinggal di Arab Saudi (muqimim). Sementara itu, pembayaran dam bagi petugas haji dikordinasikan melalui sektor masing-masing, untuk memastikan kelancaran proses pembayaran ini.