Dalam perdebatan panjang mengenai hukum bunga bank dalam Islam, banyak ulama yang memiliki pandangan berbeda. Salah satu pandangan yang cukup berpengaruh datang dari Syekh Allam Syauqi, Mufti Agung Mesir, yang menyatakan bahwa bunga bank tidak termasuk riba dan oleh karena itu tidak haram. Menurutnya, bunga bank merupakan hasil dari akad pembiayaan (al-tamwiil) yang berbeda dari pinjaman (qardh), sehingga tidak termasuk dalam kategori riba yang dilarang dalam Al-Qur’an dan hadis.
Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan akad pembiayaan? Bagaimana bunga bank bisa dianggap halal? Dan apa perbedaannya dengan riba yang diharamkan? Artikel ini akan mengupas secara mendalam konsep ini dengan penjelasan yang konkret, komprehensif, dan mudah dipahami.
Perbedaan antara Pinjaman (Qardh) dan Pembiayaan (Al-Tamwiil)
Sebelum membahas lebih jauh mengenai halal atau haramnya bunga bank, penting untuk memahami perbedaan antara akad pinjaman (qardh) dan akad pembiayaan (al-tamwiil) dalam fiqih Islam.
1. Pinjaman (Qardh) dalam Islam
- Qardh adalah akad sosial di mana seseorang memberikan pinjaman kepada orang lain tanpa mengharapkan keuntungan.
- Dalam akad qardh, setiap tambahan atau keuntungan yang diperoleh pemberi pinjaman dianggap sebagai riba, yang dilarang dalam Islam karena bersifat eksploitatif.
- Contohnya, jika seseorang meminjamkan Rp1.000.000 dan meminta pengembalian Rp1.200.000, tambahan Rp200.000 itu adalah riba.
2. Pembiayaan (Al-Tamwiil) dalam Perbankan
- Berbeda dengan qardh, al-tamwiil adalah akad bisnis yang melibatkan transaksi investasi, jual beli, atau bagi hasil.
- Dalam skema ini, bank bukan sekadar memberikan pinjaman, tetapi menyediakan pembiayaan untuk kebutuhan tertentu, seperti membeli rumah, kendaraan, atau membiayai usaha.
- Keuntungan yang diperoleh bank berasal dari mekanisme jual beli atau investasi yang sah dalam Islam, bukan dari pinjaman dengan bunga tetap.
Karena bunga dalam perbankan modern tidak berasal dari pinjaman qardh, tetapi dari mekanisme bisnis yang sah, Syekh Allam Syauqi berpendapat bahwa bunga bank bukan termasuk riba yang diharamkan.
Mengapa Bunga Bank Tidak Termasuk Riba?
Menurut Syekh Allam Syauqi, bunga bank bisa dianggap halal karena beberapa alasan utama:
1. Bunga Bank Berasal dari Akad Pembiayaan, Bukan Pinjaman
Dalam skema perbankan modern, ketika seseorang mengajukan kredit rumah atau mobil, bank tidak hanya memberikan uang tunai, tetapi membeli aset terlebih dahulu dan kemudian menjualnya dengan margin keuntungan tertentu. Contohnya:
- Seseorang ingin membeli rumah seharga Rp500 juta.
- Bank membeli rumah tersebut dan menjualnya kepada nasabah dengan harga Rp600 juta yang bisa dicicil selama 10 tahun.
- Tambahan Rp100 juta bukan bunga dari pinjaman, tetapi keuntungan dari akad jual beli, yang dalam fiqih Islam disebut Murabahah dan diperbolehkan.
2. Tidak Ada Unsur Eksploitasi atau Ketidakadilan
Riba dalam Islam dilarang karena sifatnya yang eksploitatif dan merugikan pihak peminjam. Dalam sistem perbankan modern yang diawasi secara ketat, suku bunga yang dikenakan pada nasabah didasarkan pada faktor ekonomi yang transparan dan menguntungkan kedua belah pihak. Jika suatu bank menerapkan bunga yang terlalu tinggi atau memberatkan, pemerintah atau otoritas keuangan biasanya akan mengaturnya untuk melindungi konsumen.
3. Keuntungan Bank Berasal dari Layanan Jasa Keuangan
Perbankan modern bukan hanya lembaga yang meminjamkan uang, tetapi juga menyediakan berbagai layanan keuangan seperti pembiayaan usaha, investasi, dan transaksi perbankan. Oleh karena itu, bunga yang diperoleh bank sering kali berasal dari layanan finansial yang sah dalam Islam.
4. Tidak Bertentangan dengan Maqashid Syariah
Maqashid Syariah (tujuan syariah) dalam Islam bertujuan untuk mewujudkan keadilan ekonomi, kesejahteraan, dan kemaslahatan umat. Jika suatu sistem keuangan memberikan manfaat kepada masyarakat tanpa melanggar prinsip dasar syariah, maka sistem tersebut dapat diterima. Bunga bank, jika diterapkan dengan adil, dapat membantu banyak orang mendapatkan akses keuangan tanpa harus bergantung pada rentenir atau lembaga keuangan ilegal.
Bagaimana dengan Perbankan Syariah?
Meskipun Syekh Allam Syauqi menyatakan bahwa bunga bank tidak haram, banyak umat Islam tetap lebih memilih perbankan syariah karena menggunakan istilah dan mekanisme yang lebih dekat dengan prinsip Islam. Berikut beberapa perbedaan utama antara perbankan konvensional dan perbankan syariah:
Perbankan Konvensional | Perbankan Syariah |
Menggunakan sistem bunga (interest) | Menggunakan sistem bagi hasil (mudharabah) atau jual beli (murabahah) |
Keuntungan diperoleh dari selisih bunga kredit dan tabungan | Keuntungan diperoleh dari hasil investasi bersama |
Tidak ada konsep halal-haram | Harus memenuhi prinsip syariah dan diawasi oleh Dewan Syariah |
Meskipun perbankan syariah tidak menggunakan istilah “bunga”, keuntungan yang diperoleh tetap mirip dengan sistem perbankan konvensional. Oleh karena itu, bagi yang masih ragu, memilih perbankan syariah bisa menjadi alternatif terbaik.
Kesimpulan: Apakah Bunga Bank Haram?
Berdasarkan pandangan Syekh Allam Syauqi, bunga bank tidak haram karena:
- Berbeda dengan riba dalam qardh, bunga bank berasal dari akad pembiayaan yang sah dalam Islam.
- Tidak bersifat eksploitatif atau merugikan, karena disepakati oleh kedua belah pihak secara transparan.
- Keuntungan bank berasal dari layanan finansial dan bisnis, bukan sekadar peminjaman uang.
- Mendukung tujuan maqashid syariah, yakni keadilan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Namun, bagi mereka yang ingin menghindari bunga sama sekali, perbankan syariah tetap menjadi pilihan terbaik karena menggunakan akad-akad yang lebih dekat dengan fiqih Islam.
Penutup
Dengan pemahaman yang lebih jelas tentang perbedaan antara riba dalam qardh dan keuntungan dalam pembiayaan, kita dapat melihat bahwa tidak semua bunga bank masuk dalam kategori riba yang diharamkan. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memahami konsep keuangan dengan lebih mendalam agar dapat membuat keputusan yang tepat dalam mengelola keuangan mereka sesuai dengan prinsip Islam.