Poin-poin penting terkait quantitative easing (QE):
- Quantitative easing, disebut juga pelonggaran kuantitatif, adalah kebijakan moneter nonkonvensional dari bank sentral untuk meningkatkan jumlah uang beredar dengan membeli instrumen keuangan dari sektor swasta, bank komersial, atau pemerintah, seperti obligasi.
- Kebijakan moneter nonkonvensional seperti quantitative easing diambil saat kebijakan moneter konvensional seperti menaikkan suku bunga tidak berjalan efektif.
- Cara kerja quantitative easing adalah dengan menyuntikkan uang ke pasar agar bisnis dapat bergerak dan berdampak pada pemulihan perekonomian.
- Tujuan utama quantitative easing adalah untuk mengendalikan laju inflasi, menstabilkan pasar keuangan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Apa itu quantitative easing (QE)
Pelonggaran kuantitatif atau quantitative easing (QE) adalah upaya bank sentral melalui kebijakan moneter nonkonvensional untuk menambah jumlah uang beredar agar aktivitas bisnis berputar sehingga mendorong perekonomian. Langkah yang bisa dilakukan bank sentral dari pelonggaran kuantitatif adalah dengan membeli instrumen keuangan (sekuritas) dari pemerintah, sektor swasta, atau bank komersial. Namun, sebagian besar sekuritas (efek) ini adalah obligasi pemerintah, meskipun sejumlah bank sentral juga mengambil sekuritas berbasis hipotek dan saham.
Sebagai contoh, bank sentral Jepang membeli ¥ 4,1 triliun ($ 37 miliar) saham pada tahun 2019, sementara itu bank sentral lain seperti The Federal Reserve di AS membatasi pembelian pada utang berdenominasi pemerintah. Dengan demikian, kebanyakan program quantitaive easing berfokus pada pembelian utang pemerintah berbasis jangka panjang. Nantinya, bank sentral akan memproduksi uang secara elektronik dan kemudian memanfaatkan uang ini untuk membeli utang pemerintah. Utang ini kemudian disimpan oleh bank sentral yang kemudian dapat dijual kembali ke pasar di kemudian hari.
Cara kerja quantitative easing
Cara kerja quantitative easing dapat dirinci dalam langkah-langkah berurutan berikut ini:
- Bank sentral menciptakan uang. Ini dilakukan melalui proses elektronik dengan menambah dana ke neraca bank sentral. Dalam contoh kasus kehidupan nyata, ini mungkin seperti menambahkan nol ekstra ke rekening tabungan Anda.
- Bank sentral beli utang pemerintah. Setelah mencetak uang, bank sentral menggunakan uang tersebut untuk membeli utang berdenominasi pemerintah (seperti obligasi) dari berbagai lembaga keuangan, termasuk bank, perusahaan asuransi, dana pensiun, dan entitas milik asing. Aset-aset ini kemudian ditransfer ke neraca bank sentral.
- Suku bunga mulai turun. Dampak pembelian sekuritas jangka panjang tersebut adalah terjadinya penurunan suku bunga. Kenapa? Karena bank sentral membeli utang pemerintah dan menaikkan harganya sehingga mengurangi imbal hasil (yield). Sebagai contoh, pemerintah dapat meminjam $ 10 juta dengan bunga 5 persen, kemudian menghasilkan bunga $ 500,000 per tahun. Di pasar, itu bisa saja dijual seharga $ 10 juta, tetapi harga efek ini akan berfluktuasi berdasarkan permintaan. Jika permintaan tinggi secara signifikan, harga efek akan naik. Dengan demikian, nilai utang pemerintah ikut naik. Dalam contoh kasus ini, harga efek bisa saja melonjak dari $ 10 juta ke $10,1 juta, tetapi bunga (atau kupon) masih bernilai $ 500.000. Pada gilirannya, ini akan mendorong suku bunga riil turun dari 5% ke 4,5%. Pada saat yang sama, suku tingkat bunga di seluruh perekonomian berpotensi turun senada dengan yield obligasi.
- Bisnis dan konsumen mengambil kredit lebih banyak. Bank sentral yang menekan suku bunga obligasi pemerintah menghasilkan knock-on effect terhadap bentuk utang lainnya. Pada gilirannya, pinjaman, hipotek, atau pembiayaan bisnis akan lebih murah dan membuka peluang terjadi dorongan ekonomi. Dengan kata lain, suku bunga yang lebih rendah merupakan insentif bagi konsumen untuk meminjam lebih banyak uang.
- Bisnis dan konsumen membelanjakan lebih banyak. Ketika suku bunga turun dan lembaga keuangan diberi insentif untuk menyalurkan kredit, konsumen dan bisnis mulai membelanjakan uang dan berinvestasi lebih banyak. Saat konsumsi meningkat, misalnya pada bisnis yang melakukan ekspansi dengan menambah cabang atau pabrik baru, itu akan menciptakan lapangan kerja baru. Pada akhirnya, perekonomian diharapkan dapat berjalan lebih baik dan menciptakan pertumbuhan.
Apakah quantitative easing bekerja dengan baik?
Dalam praktiknya, quantitative easing berkeja seperti lima tahapan di atas. Akan tetapi, setiap keberhasilan akan bergantung pada sejumlah asumsi. Pertama-tama, ini mengasumsikan bahwa lembaga keuangan akan menghabiskan uang baru yang mereka miliki. Ketika bank sentral membeli obligasi pemerintah, itu akan meningkatkan jumlah uang tunai yang mereka pinjamkan. Namun, jika kita lihat pada kondisi saat krisis keuangan, ini tidak terjadi. Sebaliknya, miliaran dolar AS, pound Inggris, dan euro justru masuk ke dalam kantong lembaga keuangan. Alih-alih menyalurkannya melalui pinjaman, uang ini disimpan dalam cadangan mereka di bank sentral.
Dana cadangan (reserve funds) yang dimiliki bank adalah uang tunai (cash) yang mereka miliki untuk memenuhi kewajiban mendadak. Dengan kata lain, bank-bank menahan uang tunai mereka sebagai upaya antisipasi jika terjadi krisis lain. Jika misalnya kita lihat cadangan yang dimiliki di AS, jumlah dana cadangan ini meningkat dari $1,9 miliar pada bulan Agustus 2008 menjadi $2,6 triliun pada bulan Januari 2015. Selama periode yang sama, bank sentral The Fed memompa $3,6 triliun ke dalam sistem.
Sementara beberapa masuk ke bagian lain dari ekonomi, sebagian besar uang tunai disaring ke dalam rekening cadangan lembaga keuangan. Dengan kata lain, tidak semua dana masuk ke dalam perekonomian yang lebih luas. Meskipun begitu, penilaian terkait efektivitas atau kesuksesan kebijakan quantitative easing tidak dapat dilihat dari satu contoh kasus atau pada satu faktor saja. Sebaliknya, ada baiknya kita melihat tujuan quantitative easing dan apakah ini benar-benar dapat tercapai atau tidak.
Tujuan quantitative easing
Karena pelonggaran kuantitatif atau quantitative easing bagian dari kebijakan moneter, tujuan utamanya adalah untuk mengendalikan inflasi dan memelihara stabilitas nilai tukar. Pada dasarnya, kebijakan quantitative easing secara langsung akan menimbulkan penurunan suku bunga. Jika suku bunga lebih rendah, biaya konsumsi dan bisnis akan lebih murah. Ini pada akhirnya juga diharapkan dapat mendorong aktivitas perekonomian, penciptaan lapangan kerja, dan pertumbuhan lainnya.