Pasar saham global mengalami guncangan hebat pada hari Senin (5/8/2024), ketika dua indeks utama di Amerika Serikat mencatat penurunan terburuk dalam hampir dua tahun. Kepanikan yang melanda pasar ini dimulai sejak Minggu malam, menyebabkan nilai saham, mata uang, dan bahkan Bitcoin dan pasar cryptocurrency anjlok.
Pasar Kripto Tertekan, Harga Bitcoin Hari Ini Merosot 10%, Ini Penyebabnya!
Dengan latar belakang laporan pekerjaan AS yang lebih lemah dari yang diharapkan, kekhawatiran tentang potensi penurunan ekonomi yang lebih luas semakin meningkat. Namun, di tengah kekhawatiran ini, para ekonom tetap bersikap tenang dan mengingatkan bahwa ini bukan saatnya untuk panik.
Penurunan Pasar Saham dan Alasan di Baliknya
Pasar saham AS tampak suram di mana Nasdaq Composite anjlok 3,4 persen, S&P 500 turun 3 persen, dan Dow Jones Industrial Average merosot 2,6 persen. Depresiasi ini sebagian besar disebabkan oleh perpindahan investor dari saham ke aset yang dianggap lebih aman, seperti obligasi.
Di tingkat global, Jepang mengalami penurunan paling signifikan dengan Nikkei 225 anjlok sebesar 12 persen, penurunan satu hari terbesar dalam hampir 40 tahun, setelah kenaikan suku bunga oleh Bank of Japan.
Pasar Saham Jepang Ambruk Hampir 10%: Penurunan Terbesar Sejak Tsunami 2011
Namun, menurut para ekonom, penurunan ini bukanlah tanda pasti akan datangnya resesi. “Ini bukan kereta resesi; ini hanya kepanikan pasar yang biasa,” ujar Joe Brusuelas, Kepala Ekonom di RSM US.
Menurutnya, penurunan ini lebih berkaitan dengan perubahan besar dalam kebijakan moneter global yang menyebabkan investor menyesuaikan portofolio mereka, daripada kondisi ekonomi yang memburuk secara fundamental.
Dampak Kebijakan Moneter Jepang
Salah satu faktor utama yang memicu gejolak ini adalah kenaikan suku bunga yang tak terduga oleh Bank of Japan. Selama bertahun-tahun, Jepang mempertahankan suku bunga negatif, membuatnya menarik bagi investor untuk meminjam yen murah dan menginvestasikannya dalam aset dengan hasil lebih tinggi, seperti saham teknologi di AS.
Namun, ketika Bank of Japan mengumumkan kenaikan suku bunga menjadi 0,25 persen, nilai yen melonjak terhadap dolar, memicu penjualan besar-besaran saham teknologi dan kecerdasan buatan, termasuk saham-saham unggulan seperti Apple dan Nvidia.
Penyesuaian ini menyebabkan guncangan besar di pasar, terutama bagi mereka yang telah terbiasa dengan pasar saham yang terus-menerus naik. “Investor sudah begitu terbiasa dengan pasar saham yang hanya naik sehingga sekarang, mereka tiba-tiba menyadari bahwa saham juga bisa turun,” kata Torsten Sløk, Kepala Ekonom di Apollo Global Management. Ini menunjukkan betapa rentannya pasar terhadap perubahan kebijakan moneter yang tidak terduga.
Laporan Pekerjaan Mengecewakan dan Reaksi The Fed
Gejolak pasar keuangan ini juga diperparah oleh laporan pekerjaan Amerika Serikat (AS) yang melemah, bahkan di bawah perkiraan. Pada bulan Juli, tercatat hanya ada 114.000 pekerjaan baru, angka ini jauh di bawah ekspektasi.
Pasar Saham AS Anjlok Akibat Data Tenaga Kerja: Investor Mulai Khawatir?
Sementara itu, tingkat pengangguran juga naik menjadi 4,3 persen, tingkat tertinggi dalam hampir tiga tahun. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Federal Reserve mungkin telah menekan ekonomi terlalu keras dengan mempertahankan suku bunga yang tinggi.
Meskipun demikian, Federal Reserve tetap bertahan dengan pendekatannya, dan sejauh ini tidak menunjukkan tanda-tanda akan segera menurunkan suku bunga. Banyak ekonom percaya bahwa meskipun ada tekanan untuk memangkas suku bunga lebih cepat, The Fed akan tetap waspada dan tidak akan bereaksi berlebihan terhadap satu data pekerjaan yang buruk.
Namun, pasar telah memperhitungkan kemungkinan pemotongan suku bunga yang lebih cepat dari yang diantisipasi. Goldman Sachs memprediksi bahwa The Fed akan melakukan tiga kali pemotongan suku bunga pada pertemuan mendatang di bulan September, November, dan Desember. Meskipun peluang resesi meningkat, para ekonom tetap optimis bahwa ekonomi secara keseluruhan masih dalam kondisi yang cukup baik.
Kenapa Investor Diminta untuk Tidak Perlu Panik
Meskipun pasar sedang dalam kondisi yang penuh tekanan, penting untuk diingat bahwa ekonomi masih cukup kuat. Sektor jasa, yang merupakan bagian terbesar dari ekonomi AS, justru mengalami peningkatan pada bulan Juli dengan adanya pesanan baru dan peningkatan perekrutan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada tekanan di pasar keuangan, aktivitas ekonomi di sektor riil masih berlangsung dengan baik.
“Ekonomi yang mendasari masih relatif tangguh,” kata Quincy Krosby, Kepala Strategi Global di LPL Financial. Namun, ia juga mengingatkan bahwa jika penurunan pasar terus berlanjut, hal ini bisa memicu reaksi berantai yang dapat memperlambat ekonomi lebih jauh.
Kesimpulan
Sementara pasar sedang menghadapi tekanan besar dan ketidakpastian, para ekonom menekankan bahwa ini bukanlah akhir dari segalanya. Kondisi ini lebih mencerminkan penyesuaian yang diperlukan dalam menghadapi perubahan kebijakan moneter global daripada tanda-tanda resesi yang akan datang.
Oleh karena itu, daripada terburu-buru untuk panik, akan lebih bijaksana untuk menunggu dan melihat bagaimana situasi ini berkembang, sambil tetap berpegang pada strategi investasi yang solid.