• Latest
ilustrasi paradoks easterlin

Paradoks Easterlin: Makin Kaya Belum Tentu Makin Bahagia

05/06/2025
ADVERTISEMENT
Pasar Pasang Surut, Presale Solaxy Mampu Dekati $20 Juta

Presale Solaxy Capai $38 Juta, Kurang dari Sebulan Sebelum Ditutup

22/05/2025
dividen PTBA di 2025

Dividen Saham PTBA di 2025: Yield & Jadwal

15/05/2025
Dividen Saham Telkom (TLKM) di 2025: Jadwal dan Yield

Dividen Saham Telkom (TLKM) di 2025: Jadwal dan Yield

15/05/2025
paud adalah investasi terbaik

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah Investasi Terbaik untuk Jangka Panjang

30/04/2025
ilustrasi prospek saham bbtn cerah

Banjir Sentimen Positif, Prospek Saham BBTN Cerah di 2025

28/04/2025
Harga Saham Tesla Hari Ini: Profil, Prospek, & Prediksi

Pendapatan & Laba Tesla di Q1 2025 Anjlok, Ini Penyebabnya!

23/04/2025
gambar emas atau gold

Harga Emas Antam Tembus Rp2 Juta per Gram, Ini Penyebabnya

23/04/2025
Modus Penipuan Atas Nama Pegawai Pajak Lewat WhatsApp, Telepon, atau SMS, Waspada!

Modus Penipuan Atas Nama Pegawai Pajak Lewat WhatsApp, Telepon, atau SMS, Waspada!

08/04/2025
Tokocrypto Peringkat Ke-1 di Indonesia, Kalahkan Pintu, Indodax, dan Exchange Lokal Lainnya

Tokocrypto Peringkat Ke-1 di Indonesia, Kalahkan Pintu, Indodax, dan Exchange Lokal Lainnya

22/03/2025
ilustrasi emas sebagai produk bullion bank

Bank Emas (Bullion) di Indonesia: Peran, Peluang, & Tantangan

27/02/2025
website IDX untuk cari data emiten dan saham di BEI

Daftar Emiten di 12 Sektor di BEI (Klasifikasi IDX-IC)

27/02/2025
ilustrasi Danantara

Kejanggalan Investasi Telkomsel di GoTo, Danantara Jadi Korban Berikutnya?

25/02/2025
ADVERTISEMENT
Moneynesia
Saturday, June 7, 2025
No Result
View All Result
  • Berita
  • Markets
    • Saham
      • Saham AS
      • Rasio Keuangan
    • Forex
    • Komoditas
    • Energi
    • Derivatif
    • Crypto
    • Currency
  • Finansial
  • Personal Finance
    • Investasi
    • Trading
      • Analisis Teknikal
      • Candlestick Patterns
      • Chart Patterns
    • Gaji
    • Asuransi
    • Kredit
    • Koperasi
  • Lainnya
    • Ekonomi
    • Banking
    • Teknologi
    • Internasional
    • Syariah
    • Lifestyle
    • Politik
    • Football
Moneynesia
No Result
View All Result

ilustrasi paradoks easterlin

Paradoks Easterlin: Makin Kaya Belum Tentu Makin Bahagia

Redaksi by Redaksi
05/06/2025
in Ekonomi
0
Share on FacebookShare on Twitter

Apakah benar bahwa semakin kaya seseorang atau suatu negara, maka semakin bahagia pula kehidupannya? 

Di tengah dunia modern yang memuja pertumbuhan ekonomi dan kekayaan materi, muncul satu temuan penting dari dunia akademik yang mengguncang asumsi dasar itu. Temuan ini dikenal dengan istilah Paradoks Easterlin, sebuah konsep yang mengubah cara kita memandang hubungan antara uang dan kebahagiaan.

Apa Itu Paradoks Easterlin?

Paradoks Easterlin adalah sebuah teori yang dikemukakan oleh Richard Easterlin, seorang ekonom asal Amerika Serikat, pada tahun 1974 dalam esainya yang berjudul Does Economic Growth Improve the Human Lot?

Melalui analisis data lintas negara, Easterlin menemukan sebuah kontradiksi yang mengejutkan: meskipun pendapatan nasional per kapita meningkat, tingkat kebahagiaan masyarakat tidak ikut meningkat secara signifikan.

Inilah mengapa disebut “paradoks.” Di satu sisi, secara logika dan teori ekonomi klasik, meningkatnya kekayaan seharusnya membawa kesejahteraan. Namun, kenyataannya, dalam jangka panjang, kebahagiaan nasional terlihat stagnan meski ekonomi terus bertumbuh.

Tiga Pilar Pemikiran dalam Paradoks Easterlin

Richard Easterlin menyusun tiga fondasi utama dalam paradoks ini:

1. Kebahagiaan bersifat relatif, bukan absolut.

Di dalam suatu negara, orang kaya memang cenderung lebih bahagia daripada orang miskin. Namun, kebahagiaan itu muncul karena posisi mereka relatif lebih baik daripada orang lain. Jika semua orang menjadi kaya secara bersamaan, maka posisi relatif tidak berubah, dan kebahagiaan pun tak naik.

Misalnya:

  • Anda punya penghasilan Rp20 juta per bulan di suatu kota kecil.
  • Rata-rata orang di sekitar Anda hanya berpenghasilan Rp5 juta per bulan.
  • Maka Anda mungkin merasa lebih bahagia, puas, dan sukses karena merasa “lebih baik” dibanding yang lain.

Namun bayangkan:

  • Tiba-tiba semua orang di kota itu ikut naik gajinya jadi Rp20 juta per bulan juga.
  • Posisi Anda tidak lagi lebih unggul.
  • Walaupun secara mutlak Anda tetap punya uang yang sama, Anda tidak merasa lebih bahagia seperti sebelumnya.

Mengapa? Karena kebahagiaan Anda berasal dari perbandingan posisi sosial, bukan dari jumlah uang itu sendiri.

2. Pertumbuhan ekonomi tidak menjamin pertumbuhan kebahagiaan.

Kita sering dengar: “Kalau ekonomi negara tumbuh, pasti rakyatnya makin bahagia.” Namun, kenyataannya tidak selalu begitu. Banyak negara yang sukses secara ekonomi, tapi rakyatnya tetap merasa lelah, stres, kesepian, atau bahkan tidak bahagia.

Contoh pada Jepang:

  • Setelah Perang Dunia II, Jepang bekerja keras membangun negaranya.
  • Hasilnya: PDB per kapita (pendapatan rata-rata masyarakat) naik drastis.
    Artinya, orang Jepang jadi jauh lebih kaya dibanding generasi sebelumnya.
  • Namun, ketika para peneliti meneliti tingkat kebahagiaan warga Jepang dari tahun ke tahun, hasilnya mengejutkan: Kebahagiaan mereka tidak banyak berubah. Tetap sama. Bahkan cenderung stagnan.

Kenapa Bisa Begitu?

  1. Karena uang hanya bisa membeli hal-hal tertentu. Uang bisa beli rumah, mobil, makanan enak. Namun, uang tidak bisa langsung membeli makna hidup, kedamaian batin, atau hubungan yang hangat dengan keluarga.
  2. Karena tekanan hidup ikut naik. Saat ekonomi maju, dunia kerja semakin kompetitif, standar hidup makin tinggi, dan orang makin sibuk. Akhirnya, waktu istirahat dan relasi sosial justru makin berkurang.
  3. Karena adaptasi manusia cepat. Orang Jepang yang dulu merasa senang bisa punya motor, sekarang jadi biasa saja karena sudah punya mobil. Selalu ingin lebih, tapi tak pernah merasa cukup.

3. Setelah titik tertentu, uang kehilangan daya pengaruhnya terhadap kebahagiaan.

Ketika suatu negara masih tergolong miskin atau berpendapatan menengah, peningkatan pendapatan nasional (PDB per kapita) memiliki dampak besar terhadap kebahagiaan masyarakat. Kenapa? Karena:

  • Pendapatan yang lebih tinggi berarti: bisa makan lebih layak, bisa bayar biaya sekolah anak, bisa berobat ke rumah sakit yang lebih baik, dan bisa tinggal di rumah yang lebih nyaman.
  • Hal-hal ini benar-benar meningkatkan kualitas hidup dasar, sehingga rasa bahagia pun ikut naik.

Namun, ketika suatu negara sudah mencapai status negara maju atau negara kaya, di mana kebutuhan dasar masyarakatnya sudah terpenuhi semua, maka tambahan pendapatan tidak lagi berdampak besar pada kebahagiaan

Contoh pada Indonesia (negara berkembang):

  • Saat pendapatan rata-rata naik dari Rp3 juta menjadi Rp5 juta per bulan, masyarakat bisa makan lebih baik, akses pendidikan meningkat, dan kesehatan membaik.
  • Ini jelas meningkatkan rasa bahagia karena kebutuhan dasar mulai tercukupi.

Norwegia (negara kaya):

  • Rata-rata penduduk sudah bisa beli mobil, punya rumah nyaman, akses internet cepat, liburan ke luar negeri.
  • Ketika pendapatan naik dari Rp70 juta menjadi Rp80 juta per bulan, tidak banyak perubahan signifikan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
  • Akibatnya, tingkat kebahagiaan pun cenderung stagnan.

Dua Penjelasan Psikologis: Adaptasi dan Perbandingan Sosial

Easterlin menjelaskan paradoks ini melalui dua mekanisme psikologis:

1. Adaptasi Hedonis (Hedonic Adaptation)

Manusia cepat beradaptasi terhadap kondisi baru, termasuk kemewahan. Mobil baru, rumah mewah, atau gaji tinggi mungkin memberikan kebahagiaan sesaat, tetapi dalam waktu relatif singkat, standar baru akan menjadi “normal”. Kebahagiaan kembali ke titik semula.
Artinya, peningkatan materi hanya memberikan efek bahagia jangka pendek.

Bahasa sederhananya yaitu setelah Anda memiliki/mencapai sesuatu, semuanya akan tampak biasa saja (normal) seiring berjalannya waktu.

2. Perbandingan Sosial (Social Comparison)

Kita tidak hanya menilai kondisi hidup secara mutlak, tetapi juga membandingkan dengan orang lain. Ketika pendapatan kita naik namun pendapatan orang lain juga naik, maka posisi sosial kita tetap sama, sehingga kebahagiaan tidak ikut naik.

Inilah yang menjadikan masyarakat modern seperti sedang berlari di atas treadmill: bergerak cepat, tetapi tidak pernah benar-benar maju secara emosional dan spiritual.

Kasus Amerika Serikat dan Negara Maju Lainnya

Paradoks Easterlin terlihat jelas di negara-negara maju. Amerika Serikat, misalnya, memiliki PDB tertinggi di dunia, namun juga mencatatkan angka depresi, stres, dan bunuh diri yang tinggi.

Korea Selatan dan Jepang, dua negara dengan kemajuan teknologi dan ekonomi luar biasa, juga menghadapi krisis kesejahteraan mental. Ini menunjukkan bahwa kemajuan ekonomi tidak otomatis menyembuhkan penyakit jiwa kolektif.

Sementara gedung-gedung pencakar langit tumbuh, hubungan sosial bisa rusak, dan makna hidup bisa hilang di tengah kesibukan mengejar angka-angka ekonomi.

Kritik terhadap Paradoks Easterlin

Beberapa ekonom, seperti Betsey Stevenson dan Justin Wolfers, mencoba mengkritik Easterlin dengan data baru yang menunjukkan adanya korelasi antara pendapatan dan kebahagiaan.

Mereka menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan, maka kebahagiaan juga cenderung meningkat, meskipun efeknya kecil dan tidak sebanding secara langsung.

Namun, korelasinya lemah dan tidak membuktikan adanya hubungan sebab-akibat langsung (correlation is not causation). Easterlin tetap pada pendiriannya bahwa faktor-faktor non-ekonomi seperti relasi sosial, kesehatan mental, dan rasa syukur jauh lebih penting dalam menciptakan kebahagiaan yang tahan lama.

Implikasi untuk Kebijakan Publik

Paradoks Easterlin mengajukan satu pesan penting: pemerintah seharusnya tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada kesejahteraan psikologis dan sosial masyarakat.

Beberapa negara mulai menerapkan pendekatan ini. Bhutan, misalnya, mengganti ukuran kemajuan dari PDB menjadi Gross National Happiness (GNH)—suatu indeks yang mengukur keseimbangan antara kesejahteraan ekonomi, budaya, lingkungan, dan psikologis.

Negara-negara Skandinavia seperti Norwegia, Swedia, dan Denmark juga menonjol dalam indeks kebahagiaan dunia, berkat sistem sosial yang kuat, jaminan kesehatan universal, dan budaya kerja yang sehat (work-life balance).

Relevansi untuk Indonesia

Indonesia saat ini masih fokus pada pertumbuhan ekonomi: meningkatkan PDB, konsumsi domestik, dan pembangunan infrastruktur. Namun, apakah masyarakat merasa makin bahagia, tenteram, dan memiliki harapan hidup yang positif?

Jika hanya mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan keseimbangan hidup, kita bisa menjadi negara yang menang secara angka, tapi kalah secara jiwa.

Waktunya bagi Indonesia untuk mendefinisikan ulang arti kesejahteraan. Ini bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga kesadaran kolektif sebagai masyarakat: bahwa hidup bukan hanya tentang “lebih”, tapi juga tentang “cukup”.

Penutup: Kaya Itu Boleh, Tapi Jangan Lupa Bahagia

Paradoks Easterlin adalah pengingat bahwa kekayaan finansial bukan jaminan kebahagiaan emosional. Kita boleh mengejar pertumbuhan ekonomi, bekerja keras, dan berusaha meningkatkan taraf hidup. Namun, jangan sampai melupakan aspek lain yang lebih esensial: hubungan yang hangat, rasa syukur, makna hidup, dan keseimbangan jiwa.

Jika PDB bisa naik 7%, tapi masyarakat merasa kosong, kesepian, dan kehilangan arah hidup, maka semua itu hanya sekadar angka.

Paradoks Easterlin tidak menyuruh kita anti-kaya. Ia hanya menyarankan agar kita tidak membabi buta mengejar uang tanpa arah. Kebahagiaan sejati sering kali lahir dari rasa cukup, bukan dari rasa ingin lebih.

Tags: Easterlinparadoks

Related Posts

ilustrasi emas sebagai produk bullion bank
Banking

Bank Emas (Bullion) di Indonesia: Peran, Peluang, & Tantangan

27/02/2025
ilustrasi #KaburAjaDulu yang viral di Indonesia
Biaya Hidup

Mengurai Fenomena #KaburAjaDulu dan Solusi Konkret

19/02/2025
ilustrasi demo terhadap oligarki
Ekonomi

Oligarki Manfaatkan Negara & Pasar Modal untuk Cetak Uang

16/02/2025
Materialisme Kultural: Kekayaan sebagai Ukuran Kesuksesan
Ekonomi

Materialisme Kultural: Kekayaan sebagai Ukuran Kesuksesan

25/09/2024
Pandangan Ray Dalio Terkait Masa Depan Indonesia dalam Kompetisi Global
Berita

Pandangan Ray Dalio Terkait Masa Depan Indonesia dalam Kompetisi Global

08/09/2024
Mengenal Apa Itu Bank Sentral (Central Bank)
Berita

Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) Turun Signifikan pada Q2 2024

22/08/2024
Finlandia Jadi Negara Paling Bahagia di Dunia, Ini Indikatornya!
Ekonomi

Finlandia Jadi Negara Paling Bahagia di Dunia, Ini Indikatornya!

16/08/2024
Utang Luar Negeri Indonesia Rp6.415 Triliun pada Q2 2024: Apa Masih Aman?
Berita

Utang Luar Negeri Indonesia Rp6.415 Triliun pada Q2 2024: Apa Masih Aman?

15/08/2024
Melonjak! Harga Rumah Terendah di AS Kini Mulai US$1 Juta
Berita

Melonjak! Harga Rumah Terendah di AS Kini Mulai US$1 Juta

12/08/2024
Analisis Survei Penjualan Eceran (SPE) Juli 2024 dari BI
Berita

Analisis Survei Penjualan Eceran (SPE) Juli 2024 dari BI

11/08/2024
ADVERTISEMENT

Recent Posts

  • Paradoks Easterlin: Makin Kaya Belum Tentu Makin Bahagia 05/06/2025
  • Presale Solaxy Capai $38 Juta, Kurang dari Sebulan Sebelum Ditutup 22/05/2025
  • Dividen Saham PTBA di 2025: Yield & Jadwal 15/05/2025
  • Dividen Saham Telkom (TLKM) di 2025: Jadwal dan Yield 12/05/2025
  • Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah Investasi Terbaik untuk Jangka Panjang 30/04/2025
Moneynesia

Moneynesia membantu publik untuk naik kelas dengan menanamkan mind set yang benar terkait uang, dan mendorong investor untuk berpikir logis dan lebih bijaksana dalam mengelola keuangan dan mengambil keputusan investasi.

Follow us on social media

Disclaimer

Konten yang ada di Moneynesia hanya sebagai informasi dan referensi, bukan saran investasi. Perdagangan di instrumen keuangan dan aset-aset digital selalu memiliki risiko. Sebelum berinvestasi, lakukan riset, analisis, dan pertimbangan secara menyeluruh. Keputusan investasi sepenuhnya ada pada investor setelah memahami risiko dan potensi keuntungannya.

  • Home
  • About us
  • Contact us
  • Privacy Policy
  • Disclaimer

© 2024 Moneynesia. All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Berita
  • Markets
    • Saham
      • Saham AS
      • Rasio Keuangan
    • Forex
    • Komoditas
    • Energi
    • Derivatif
    • Crypto
    • Currency
  • Finansial
  • Personal Finance
    • Investasi
    • Trading
      • Analisis Teknikal
      • Candlestick Patterns
      • Chart Patterns
    • Gaji
    • Asuransi
    • Kredit
    • Koperasi
  • Lainnya
    • Ekonomi
    • Banking
    • Teknologi
    • Internasional
    • Syariah
    • Lifestyle
    • Politik
    • Football

© 2024 Moneynesia. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In