Di tengah gempuran pandemi COVID-19 dan ketidakpastian ekonomi yang menyertainya, kelas menengah di Indonesia menghadapi tantangan yang semakin berat. Salah satu fenomena yang muncul dari kondisi ini dikenal dengan istilah “makan tabungan” atau disingkat “mantab”.
Fenomena makan tabungan (mantab) menggambarkan keadaan di mana kelas menengah terpaksa menguras tabungan mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena kurangnya dukungan dari pemerintah.
Definisi dan Latar Belakang
“Makan tabungan” atau mantab adalah istilah yang menggambarkan situasi di mana individu atau rumah tangga terpaksa menggunakan tabungan mereka untuk membiayai kebutuhan sehari-hari akibat hilangnya pendapatan atau sumber pendapatan lainnya. Di Indonesia, fenomena ini semakin marak terjadi di kalangan kelas menengah, terutama sejak pandemi COVID-19 melanda.
Kelas menengah sering kali dianggap sebagai tulang punggung ekonomi suatu negara. Mereka adalah konsumen utama yang mendorong permintaan barang dan jasa, serta kontributor signifikan dalam pembayaran pajak.
Namun, di Indonesia, kelas menengah sering kali terabaikan dalam kebijakan pemerintah yang lebih fokus pada bantuan sosial untuk kelas bawah. Hal ini menimbulkan tekanan finansial yang besar bagi kelas menengah, yang pada akhirnya memaksa mereka untuk “makan tabungan”.
Jumlah Tabungan Ideal di Usia 25 & 30 Tahun: Lebih 100 Juta?
Dampak Ekonomi Pandemi COVID-19
Pandemi COVID-19 telah memberikan pengaruh negatif yang signifikan terhadap perekonomian di Indonesia. Banyak perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang mengarah pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan pengurangan gaji. Situasi ini memperburuk kondisi finansial banyak keluarga kelas menengah yang bergantung pada pendapatan tetap untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Selain itu, pendapatan di banyak sektor bisnis anjlok, seperti pariwisata, perhotelan, dan transportasi. Akibatnya, banyak pekerja di sektor-sektor ini yang kehilangan pekerjaan atau pendapatannya menurun. Tanpa adanya jaring pengaman sosial yang memadai dari pemerintah, mereka terpaksa mengandalkan tabungan untuk bertahan hidup.
Kebijakan Pemerintah dan Ketidakadilan Sosial
Selama pandemi hingga saat ini, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai kebijakan bantuan sosial untuk membantu masyarakat yang terdampak. Namun, sebagian besar bantuan ini difokuskan pada kelas bawah, sementara kelas menengah sering kali luput dari perhatian.
Program bantuan seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Program Keluarga Harapan (PKH) ditujukan untuk masyarakat dengan penghasilan rendah, meninggalkan kelas menengah tanpa bantuan yang memadai.
Kelas menengah juga diharapkan untuk berkontribusi lebih dalam mendukung kebijakan pemerintah, seperti melalui pembayaran pajak yang lebih tinggi dan partisipasi dalam program gotong royong. Namun, tanpa adanya dukungan yang sepadan dari pemerintah, mereka merasa terbebani dan tidak mendapatkan imbalan yang adil atas kontribusi mereka.
Dampak Jangka Panjang
Mengandalkan tabungan secara terus-menerus memiliki dampak jangka panjang yang merugikan. Tabungan yang idealnya hanya dipakai untuk investasi pendidikan anak dan persiapan masa pensiun menjadi terkuras habis. Ini membuat kelas menengah rentan jatuh ke dalam kategori kelas bawah jika situasi ekonomi tidak segera membaik.
Selain itu, penurunan daya beli kelas menengah juga berdampak negatif pada perekonomian secara keseluruhan. Kelas menengah adalah konsumen utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pengeluaran mereka. Ketika mereka harus mengurangi pengeluaran karena tabungan mereka habis, permintaan terhadap barang dan jasa menurun, yang pada gilirannya menghambat pertumbuhan ekonomi.
Solusi dan Rekomendasi Kebijakan
Untuk mengatasi fenomena “makan tabungan” dan mencegah kelas menengah terjerumus ke dalam kemiskinan, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah yang lebih inklusif dan adil. Berikut beberapa rekomendasi kebijakan yang bisa dipertimbangkan:
1. Perluasan Jaring Pengaman Sosial
Pemerintah perlu memperluas cakupan jaring pengaman sosial untuk mencakup kelas menengah yang terdampak. Program bantuan yang ada saat ini harus diperluas untuk mencakup mereka yang kehilangan pekerjaan atau mengalami penurunan pendapatan signifikan.
2. Insentif Pajak
Pemerintah bisa memberikan insentif pajak bagi kelas menengah, seperti pengurangan tarif pajak penghasilan atau pembebasan pajak tertentu, untuk meringankan beban finansial mereka.
3. Program Bantuan Khusus
Membangun program bantuan khusus untuk kelas menengah, seperti subsidi pendidikan atau kesehatan, dapat membantu mereka mengatasi biaya-biaya yang signifikan dan mencegah penggunaan tabungan secara berlebihan.
4. Peningkatan Akses Kredit
Mempermudah akses kredit dengan bunga rendah atau memberikan pinjaman tanpa bunga bagi keluarga kelas menengah yang membutuhkan dana darurat dapat menjadi solusi jangka pendek yang efektif.
5. Dukungan untuk UMKM
Banyak kelas menengah yang memiliki usaha mikro, ikecil dan menengah. Memberikan dukungan berupa bantuan modal atau pelatihan untuk UMKM dapat membantu mereka mempertahankan usahanya dan mencegah kejatuhan ekonomi lebih lanjut.
6. Investasi dalam Pendidikan dan Keterampilan
Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan serta pelatihan keterampilan bagi kelas menengah dapat membantu mereka meningkatkan daya saing di pasar kerja dan menciptakan peluang ekonomi yang lebih baik.
Simpulan
Fenomena “makan tabungan” adalah cerminan dari ketidakadilan dan ketidakseimbangan dalam kebijakan ekonomi di Indonesia. Kelas menengah, yang seharusnya menjadi tulang punggung ekonomi, justru terabaikan dan tertekan oleh beban finansial yang berat.
Tanpa adanya dukungan yang memadai dari pemerintah, mereka terpaksa menguras tabungan dan menghadapi risiko jatuh ke dalam kemiskinan. Pemerintah perlu menyadari pentingnya peran kelas menengah dalam perekonomian dan mengambil langkah-langkah konkret untuk meringankan beban mereka.
Dengan kebijakan yang lebih inklusif dan adil, diharapkan kelas menengah dapat kembali bangkit dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.