Harga minyak mentah (crude oil) mengalami kenaikan yang signifikan baru-baru ini akibat meningkatnya ketegangan di Timur Tengah. Pembunuhan pemimpin Hamas di Iran dan komandan militer senior Hizbullah di Lebanon telah memicu kekhawatiran tentang potensi konflik yang lebih luas di kawasan tersebut, yang berpotensi mengganggu pasokan minyak.
Selain itu, permintaan minyak yang kuat di Amerika Serikat juga turut mendorong apresiasi harga crude oil lebih lanjut.
Pemimpin Hamas Dibunuh di Iran, Harga Minyak Mentah Melonjak
Pada awal perdagangan di Asia pada hari Kamis, harga minyak mentah Brent naik 67 sen, atau 0,8%, menjadi $81,51 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 69 sen, atau 0,9%, menjadi $78,60 per barel. Kontrak paling aktif pada kedua patokan tersebut melambung sekitar 4% pada sesi sebelumnya.
Lonjakan harga crude oil ini sebagian besar disebabkan oleh berita tentang pembunuhan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, di Tehran, Iran, yang terjadi kurang dari 24 jam setelah komandan militer senior Hizbullah dibunuh dalam serangan Israel di Beirut, Lebanon.
Insiden ini meningkatkan kewaspadaan bahwa konflik antara Israel dan Hamas di Gaza yang telah berlangsung selama 10 bulan dapat berubah menjadi konflik yang lebih luas di Timur Tengah, yang berakibat pada terganggunya pasokan minyak dari wilayah tersebut.
Ketegangan Timur Tengah Semakin Meningkat, Berdampak pada Harga Minyak
Ketegangan yang meningkat di Timur Tengah memiliki dampak langsung pada harga minyak. Wakil perwakilan Jepang di PBB, Shino Mitsuko, menyatakan bahwa ada kekhawatiran bahwa kawasan tersebut berada di ambang perang total. Dewan Keamanan PBB telah menyerukan upaya diplomatik yang lebih intensif untuk meredakan ketegangan.
Selain itu, laporan dari New York Times menyebutkan bahwa Ayatollah Ali Khamenei dari Iran telah memerintahkan serangan balasan langsung terhadap Israel sebagai tanggapan atas pembunuhan pemimpin Hamas di Tehran. Hal ini semakin meningkatkan ketidakpastian di pasar minyak, mengingat Iran adalah salah satu produsen minyak utama di kawasan tersebut.
Permintaan Minyak di Amerika Serikat Terus Menguat
Selain ketegangan di Timur Tengah, permintaan minyak yang kuat di Amerika Serikat juga mendorong kenaikan harga. Data dari Administrasi Informasi Energi AS (EIA) menunjukkan bahwa stok minyak mentah AS turun sebesar 3,4 juta barel pada minggu yang berakhir 26 Juli, menjadi 433 juta barel. Ini merupakan penurunan stok minyak selama lima minggu berturut-turut, yang terpanjang sejak Januari 2021.
Permintaan minyak di Amerika Serikat berhasil menembus rekor musiman pada bulan Mei, dengan jumlah konsumsi bensin menanjak ke level tertinggi sejak sebelum pandemi Covid-19. Selain itu, indeks dolar AS terkoreksi setelah bank sentral Federal Reserve (Fed) menahan suku bunga tetap, tetapi membuka kemungkinan penurunan pada bulan September 2024.
Dolar AS yang lebih lemah berpotensi mendorong peningkatan permintaan minyak dari para investor yang memegang mata uang lain.
Tindakan OPEC dan Proyeksi Masa Delan
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya juga memantau perkembangan ini dengan seksama. Delegasi OPEC mengharapkan pertemuan kelompok tersebut pada hari Kamis akan bersifat rutin, tanpa perubahan pada rencana untuk meningkatkan produksi mulai kuartal keempat.
Namun, pasar minyak tetap khawatir bahwa konflik di Timur Tengah yang meluas dapat mengancam pasokan crude oil dari kawasan tersebut. Analis dari Commonwealth Bank of Australia, Vivek Dhar, menyatakan bahwa pasar minyak secara wajar khawatir bahwa pembunuhan Haniyeh akan membawa Iran lebih langsung ke dalam perang dengan Israel, yang dapat membahayakan pasokan minyak dan infrastruktur terkait.
Kesimpulan
Lonjakan harga minyak baru-baru ini dipicu oleh meningkatnya ketegangan di Timur Tengah dan permintaan minyak yang kuat di Amerika Serikat. Pembunuhan pemimpin Hamas dan komandan militer Hizbullah telah meningkatkan kekhawatiran tentang konflik yang lebih luas di kawasan tersebut, yang dapat mengganggu pasokan minyak.
Selain itu, penurunan stok minyak AS dan dolar AS yang merosot juga turut andil dalam mendorong kenaikan harga crude oil. Dalam situasi yang tidak pasti ini, pasar minyak tetap waspada terhadap perkembangan lebih lanjut di Timur Tengah dan kebijakan OPEC yang akan datang.