Masyarakat kelas menengah memainkan peran penting dalam ekonomi sebuah negara. Namun, banyak dari mereka terjebak dalam situasi finansial yang membuat mereka sulit naik ke kelas atas.
Kondisi ini sering kali disebabkan oleh berbagai faktor yang berkaitan dengan mindset yang salah tentang uang dan aset, serta tekanan sosial yang memengaruhi keputusan keuangan mereka.
Artikel ini akan membahas faktor-faktor yang berkontribusi pada jebakan finansial kelas menengah dan memberikan solusi untuk membantu mereka keluar dari situasi ini.
Pengelompokan Masyarakat Berdasarkan Pengeluaran
Sebelum kita membahas jebakan finansial kelas menengah, penting untuk memahami pengelompokan masyarakat menurut Bank Dunia berdasarkan pengeluaran per orang sebulan:
- Kelas Atas: Pengeluaran > Rp 6.000.000 per orang sebulan.
- Kelas Menengah: Pengeluaran antara Rp 1.200.000 dan Rp 6.000.000 per orang sebulan.
- Menuju Kelas Menengah: Pengeluaran antara Rp 532.000 dan Rp 1.200.000 per orang sebulan.
- Rentan: Pengeluaran antara Rp 354.000 dan Rp 532.000 per orang sebulan.
- Miskin: Pengeluaran < Rp 354.000 per orang sebulan.
Mindset yang Salah tentang Uang dan Aset
Banyak masyarakat kelas menengah cenderung memiliki pandangan (mindset) yang salah tentang uang dan aset. Beberapa di antaranya termasuk:
- Fokus pada Konsumsi, Bukan Investasi: Masyarakat kelas menengah sering kali lebih fokus pada konsumsi daripada investasi. Misalnya, mereka lebih cenderung membelanjakan uang untuk membeli barang-barang tersier atau memanjakan gaya hidup berlebihan daripada menginvestasikannya untuk pertumbuhan aset.
- Menganggap Properti dan Mobil sebagai Aset Produktif: Sementara properti dan mobil dapat menjadi aset, keduanya sering kali dianggap sebagai investasi yang kurang produktif karena tidak menghasilkan cash inflow. Pembelian rumah dan mobil melalui kredit (KPR) dapat menambah beban keuangan dan mengurangi kemampuan untuk melipatgandakan uang.
- Keputusan Investasi yang Tidak Bijaksana: Masyarakat kelas menengah cenderung kurang memahami pentingnya diversifikasi investasi. Mereka sering kali berfokus pada satu jenis investasi (misalnya, properti) tanpa mempertimbangkan instrumen lainnya. Selain itu, mereka juga sering mengambil keputusan tidak rasional sehingga mengarah pada kerugian besar.
- Mengabaikan Pendidikan Finansial: Kurangnya literasi finansial membuat masyarakat kelas menengah sulit membuat keputusan keuangan yang tepat dan cerdas untuk mencapai tujuan yang lebih baik.
Faktor-Faktor yang Menekan Masyarakat Kelas Menengah
Selain kesalahan mindset, faktor-faktor lain juga berkontribusi pada jebakan finansial kelas menengah:
- Biaya Hidup Tinggi: Masyarakat kelas menengah harus menghadapi biaya hidup yang semakin meningkat, termasuk biaya perumahan, pendidikan, dan perawatan kesehatan.
- Akses Mudah ke Kredit: Akses yang relatif mudah ke kredit (seperti pinjaman online dan pay later) membuat masyarakat kelas menengah lebih cenderung mengambil utang untuk konsumtif atau membeli aset-aset yang tidak produktif seperti rumah dan mobil, yang pada akhirnya akan menjadi beban keuangan.
- Tekanan Sosial dan Budaya: Tekanan untuk memenuhi gaya hidup tertentu sesuai dengan kelas sosial sering kali mendorong masyarakat mengambil keputusan keuangan yang tidak bijaksana. Masyarakat terjebak dengan pandangan bahwa memiliki rumah dan mobil sebagai validasi “kesuksesan”, meskipun itu dicapai dengan cara kredit.
- Tidak Memahami Investasi Produktif: Masyarakat kelas menengah cenderung tidak mengerti berbagai instrumen investasi sehingga tidak mampu memilih alternatif yang lebih menguntungkan, seperti pasar saham atau reksa dana.
Baca juga: Cara Mengelola Keuangan Personal dan Rumah Tangga
Solusi untuk Keluar dari Jebakan Finansial
Untuk membantu masyarakat kelas menengah keluar dari jebakan finansial, beberapa langkah dapat diambil:
- Meningkatkan Literasi Finansial: Pendidikan tentang manajemen keuangan, investasi, dan perencanaan keuangan sangat penting untuk membantu masyarakat kelas menengah membuat keputusan keuangan yang lebih baik.
- Diversifikasi Investasi: Mendorong masyarakat kelas menengah untuk mendiversifikasi portofolio investasi mereka, termasuk berinvestasi dalam saham, obligasi, dan reksa dana, dapat membantu meningkatkan kekayaan mereka dalam jangka panjang.
- Fokus pada Penghasilan Pasif: Mendorong investasi dalam instrumen keuangan yang dapat menghasilkan penghasilan pasif dapat membantu masyarakat kelas menengah meningkatkan pendapatan mereka.
- Mengelola Utang dengan Bijaksana: Masyarakat kelas menengah perlu belajar mengelola utang dengan bijaksana, termasuk menghindari utang konsumtif yang berlebihan.
- Membangun Kebiasaan Menabung: Masyarakat kelas menengah perlu membangun kebiasaan menabung dan menginvestasikan uang untuk persiapan masa depan.
Baca juga: Panduan Membangun Fondasi Finansial yang Kokoh
Contoh Kasus
Katakanlah Anda berhasil mengumpulkan Rp 100 juta pertama Anda di usia di usia 26 tahun, asumsi Anda mulai bekerja di usia 22 tahun dan sanggup menabung rata-rata 25 juta setahun selama empat tahun.
Jebakan finansial datang ketika Anda menggunakan Rp 100 juta ini untuk DP mobil atau DP rumah untuk tujuan penggunaan sehari-hari.
Anda mungkin terlihat sukses di mata orang lain karena dianggap memiliki aset bergengsi seperti mobil atau rumah, meskipun belum lunas. Faktanya ialah saat kredit Anda belum lunas, maka aset-aset tersebut sejatinya bukan milik Anda, tetapi milik bank.
Mari kita lihat jebakannya: dengan mengambil kredit mobil atau rumah, beban keuangan Anda sudah pasti bertambah sedangkan penghasilan Anda belum tentu meningkat. Ini berarti Anda telah memperkecil peluang untuk naik kelas dan mencapai tujuan keuangan tertentu, misalnya punya tabungan Rp 1 miliar pertama di usia 40 tahun.
Bayangkan, jika Anda menurunkan ego Anda dan mau bersabar, Anda bisa memanfaatkan Rp 100 juta tersebut untuk membangun bisnis Anda sendiri untuk menghasilkan sumber pendapatan tambahan alih-alih menggunakannya untuk DP kredit alias menambah utang baru.
Atau jika Anda belum mampu berbisnis, Anda juga dapat menginvestasikan Rp 100 juta tersebut ke berbagai instrumen (misalnya, saham, reksa dana, dan obligasi) dengan tingkat keuntungan (return) misalnya 15% per tahun. Katakanlah Anda berinvestasi Rp 100 juta selama 10 tahun dengan rata-rata return 15% per tahun. Dengan adanya efek compounding, total uang Anda pada tahun ke-10 menjadi Rp404.600.000 atau naik 4 kali lipat.
Ini baru dari hasil investasi, belum lagi jika misalnya jika Anda tetap konsisten menabung Rp 25 juta setiap tahun dari sisa gaji Anda, maka pada tahun ke-10 tabungan Anda menjadi Rp 250 juta. Jika dijumlahkan, pada tahun ke-10 atau saat usia 36 tahun, total kekayaan Anda menjadi Rp 404,6 juta + Rp 250 juta = Rp 654,6 juta.
Dengan uang cash Rp654,6 juta pada usia 36 tahun, Anda memiliki sumber daya capital yang lebih besar untuk menggandakannya lebih cepat menuju Rp 1 miliar pertama sebelum usia 40 tahun. Saat Anda
Ini hanya contoh ilustrasi saja sebagai gambaran bahwa ada pilihan yang lebih menjanjikan yang perlu Anda ketahui alih-alih menambah utang dan membelanjakan uang Anda ke aset-aset tidak produktif. atau yang tidak menghasilkan uang masuk (cash inflows).
Mencapai Rp 1 Miliar Pertama Itu Sulit, tetapi Mencapai Kelipatan Selanjutnya Lebih Mudah
Pernyataan bahwa untuk mencapai Rp 1 miliar pertama itu susah, tetapi setelah itu tercapai, untuk mencapai Rp 2 miliar, Rp 3 miliar, dan seterusnya akan lebih mudah, bisa dijelaskan dengan konsep compounding atau bunga berbunga.
- Modal awal yang lebih kecil: Saat seseorang mulai berinvestasi, modal awal biasanya kecil. Akibatnya, jumlah bunga yang dihasilkan dari investasi pada tahap awal juga kecil. Dibutuhkan waktu dan kesabaran untuk akumulasi investasi hingga mencapai angka Rp 1 miliar.
- Pengaruh efek compounding: Setelah investasi mencapai Rp 1 miliar, nilai modal awal yang lebih besar akan menghasilkan bunga yang lebih besar setiap tahunnya. Dengan adanya efek compounding, bunga yang diperoleh setiap tahun akan lebih tinggi, karena dihitung berdasarkan nilai investasi yang semakin besar.
- Pertumbuhan eksponensial: Ketika investasi tumbuh melalui efek compounding, nilainya akan bertambah secara eksponensial. Setelah mencapai Rp 1 miliar, investasi akan tumbuh lebih cepat, karena nilai awal yang lebih tinggi menghasilkan bunga yang lebih besar, yang kemudian ditambahkan kembali ke investasi.
- Contoh: Jika tingkat pengembalian investasi adalah 15% per tahun:
- Setelah mencapai Rp 1 miliar, investasi akan bertambah Rp 150 juta dalam setahun (15% dari Rp 1 miliar).
- Setelah investasi tumbuh menjadi Rp 2 miliar, dalam setahun berikutnya investasi akan bertambah Rp 300 juta (15% dari Rp 2 miliar).
- Dengan demikian, semakin besar nilai investasi, semakin besar bunga yang dihasilkan, sehingga waktu yang diperlukan untuk menggandakan investasi menjadi lebih singkat.
- Semakin mudah: Karena investasi bertumbuh lebih cepat setelah mencapai nilai besar, waktu yang diperlukan untuk mencapai kelipatan dari nilai investasi awal (misalnya Rp 2 miliar, Rp 3 miliar, dan seterusnya) akan lebih pendek. Oleh karena itu, setelah mencapai Rp 1 miliar pertama, perjalanan menuju angka yang lebih besar menjadi lebih mudah.
Simpulan
Pada akhirnya, dengan meningkatkan literasi finansial dan mengambil pendekatan yang lebih bijaksana terhadap pengelolaan keuangan, masyarakat kelas menengah berpotensi keluar dari jebakan finansial dan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk naik ke kelas atas.
Anda perlu memahami lebih jauh tentang manfaat efek compounding yang dapat membantu investasi bertumbuh lebih cepat setelah mencapai batas tertentu, membuat proses untuk mencapai angka yang lebih besar menjadi lebih singkat dan lebih mudah.